CERITA DEWASA | CERITA MESUM | CERITA SEX | CERITA PORNO | FOTO PORNO
Malam itu, jam sebelas lebih, cuaca sangat tidak bersahabat. Sejak jam
sebelasan tadi hujan sudah turun dengan derasnya disertai guruh dan
petir. Di tempat yang sepi depan pintu kamar periksa itulah dokter
Maman, dokter jaga di rumah sakit itu menghabiskan waktunya dengan
membaca buku. Maman (37 tahun), dalam usia sekian itu masih tampak
ganteng dan gagah dengan tinggi badan 175 cm.
Sudah hampir sepuluh tahun dia bekerja sebagai dokter di rumah sakit
ini, istrinya masih muda (29 tahun) dengan 2 anak. Kesepian dan suasana
sepi sudah menjadi temannya sehari-hari apabila dia dapat tugas jadi
dokter jaga, maka mendengar suara-suara aneh dan cerita-cerita seram
lainnya sudah tidak membuatnya merinding lagi, istilahnya sudah kebal
dengan hal-hal seperti itu. Sungguh, malam itu menjadi malam panjang
baginya, suasana hujan dengan angin yang dingin mudah membuai orang
hingga ngantuk.
Pak dokter Maman masih terus juga membaca buku yang sengaja dia bawa
dari rumah. Hening sekali suasana di sana, bunyi yang terdengar hanya
bunyi rintik hujan, angin. Tak lama kemudian terdengar bunyi lain di
lorong itu, sebuah suara orang melangkah, suara itu makin mendekat
sehingga mengundang perhatian dokter itu.
“Siapa tuh ya, malem-malem ke sini ?” tanya dokter maman dalam hati.
Suara langkah makin terdengar, dari tikungan lorong muncul lah sosok
itu, ternyata seorang gadis cantik berpakaian perawat dan berjilbab
lebar. Di luar seragamnya dia memakai jaket cardigan pink berbahan wol
untuk menahan udara dingin malam itu. Suster itu ternyata berjalan ke
arahnya.
“Permisi, Pak” sapanya pada Maman dengan tersenyum manis.
“Malam Sus, lagi ngapain nih malem-malem ke sini” balas Maman.
“Ohh…hehe…anu Pak abis jaga malam sih, tapi belum bisa tidur, makannya sekalian mau keliling-keliling dulu”
Dokter Maman bingung sebab tidak tahu kalau suster itu juga jaga.
Maka Maman bertanya, “Oh iya kok saya rasanya baru pernah liat Sus
disini yah ?” tanya Maman.
“Iya Pak, saya baru pagi tadi sampai disini, pindahan dari rumah
sakit *****” jawabnya, “jadi sekalian mau ngenal keadaan disini juga”
“Oo…pantes saya baru liat, baru toh” kata Pak dokter Maman.
“Emang bapak kira siapa ?” tanyanya lagi sambil menjatuhkan pantatnya pada bangku panjang dan duduk di sebelah Maman.
“Wow, hoki gua” kata pria itu dalam hati kegirangan.
“Dikirain suster ngesot yah, hahaha” timpal dokter Maman mencairkan
suasana. “Hehehe dikira suster ngesot, nggak taunya suster cantik”
sambung Maman lagi tertawa untuk menghangatkan suasana.
“Kalau ternyata memang iya gimana Pak” kata gadis itu dengan suara
pelan dan kepala tertunduk yang kembali membuat pria itu merasa aneh.
Tiba-tiba gadis itu menutup mulutnya dengan telapak tangan dan tertawa cekikikan.
“Hihihi…bapak dokter ini lucu ah, sering jaga malam kok digituin aja takut” tawanya.
“Wah-wah suster ini kayanya kebanyakan nonton film horror yah,
daritadi udah dua kali bikin kita nahan napas aja” kata Pak Maman.
“Iya nih, suster baru kok nakal ya, awas Bapak laporin loh” kata
Maman menyenggol tubuh samping gadis itu. Sebentar kemudian suster itu
baru menghentikan tawanya, dia masih memegang perutnya yang kegelian.
“Hihi…iya-iya maaf deh pak, emang saya suka cerita horror sih jadi kebawa-bawa deh” katanya.
“Sus kalau di tempat gini mending jangan omong macem-macem deh,
soalnya yang gitu tuh emang ada loh” sahut dakter Maman dengan wajah
serius.
“Iya Pak, sori deh” katanya “eh iya nama saya Heni Puspita, panggil
aja Heni, suster baru disini, maaf baru ngenalin diri…emmm Bapak dokter
siapa yah?” sambil melihat ke dokter itu.
“Kalau saya Suherman, tapi biasa dipanggil Maman aja, saya yang jadi
dokter jaga di sini malam” pria setengah baya itu memperkenalkan diri.
“Omong-omong Sus ini sudah lama di RS ini?” tanya si dokter.
“Ya belum sih” kata Suter Heni.
“Pantas baru saya lihat, saya sudah lihat namanya dalam jadwal tapi
baru inilah saya lihat orangnya. Cantik!” kata Maman sambil memandang
wajah cantik yang sedang mengobrol dengannya itu.
Malam itu dokter Maman merasa beruntung sekali mendapat teman ngobrol
seperti suster Heni, biasanya suster-suster lain paling hanya tersenyum
padanya atau sekedar memberi salam basa-basi. Maklumlah mereka semua
tahu kalau dokter Maman sudah beristri dan punya dua anak.
Mereka pun terlibat obrolan ringan, pria itu tidak lagi mempedulikan
buku bacaannya dan mengalihkan perhatiannya pada suster Hena yang ayu
itu. Sejak awal tadi dokter Maman sudah terpesona dengan gadis ini. Pria
normal mana yang tidak tertarik dengan gadis berkulit putih mulus
berwajah kalem seperti itu, rambut hitamnya disanggul ke belakang tampak
terbayang walau tertutup dengan jilbab panjangnya yang putihnya,
tubuhnya yang padat dan montok itu lumayan tinggi (168 cm), pakaian
perawat dengan bawahan rok panjang itu menambah pesonanya.
Suster Heni sendiri baru berusia 24 tahun dan belum menikah. Untuk
gadis secantik Heni sebenarnya tidak begitu susah mendapat pasangan
ditambah lagi dengan bodinya yang montok dan padat, tentu banyak lelaki
yang mau dengannya. Tapi sejauh ini belum ada pria yang cocok di hati
Suster Heni. Sebagai wanita alim berjilbab dia sangat menjaga
pergaulannya dengan lawan jenis. Namun malam ini dia gelisah juga
melihat dokter Maman yang tampan dan gagah itu. Sayang dia sudah
beristri, keluh Suster Heni dalam hati. Namun hati kecilnya tidak dapat
dibohongi bahwa dia suka pada dokter Maman itu.
Maman, si dokter, makin mendekatkan duduknya dengan gadis itu sambil
sesekali mencuri pandang ke arah belahan dadanya membayang di balik baju
panjang dan jilbab panjangnya. Suasana malam yang dingin membuat nafsu
pria itu mulai bangkit, apalagi Pak Maman sudah seminggu tidak ngentot
istrinya karena lagi datang bulan dan walaupun istri Maman lebih cantik
dari Suster Heni, tapi dalam hal bodinya tentu saja kualitasnya kalah
dengan suster muda di sebelahnya ini. Semakin lama dokter Maman semakin
berani menggoda suster muda yang alim itu dengan guyonan-guyonan nakal
dan obrolan yang menjurus ke porno. Suster Heni sendiri sepertinya hanya
tersipu-sipu dengan obrolan mereka yang lumayan jorok itu.
“Terus terang deh Sus, sejak Sus datang kok disini jadinya lebih
hanget ya” kata Maman sambil meletakkan tangannya di lutut Heni dan
mengelusnya ke atas sambil menarik rok panjang suter berjilbab itu
sehingga pahanya mulai sedikit tersingkap.
“Eh…jangan gitu dong Pak, mau saya gaplok yah ?!” Heni protes tapi
kedua tangannya yang dilipat tetap di meja tanpa berusaha menepis tangan
pria itu yang mulai kurang ajar.
“Ah, Sus masa pegang gini aja gak boleh, lagian disini kan sepi gini,
dingin lagi” katanya makin berani, tangannya makin naik dan paha yang
mulus itupun semakin terlihat.
“Pak saya marah nih, lepasin gak, bapak kan sudah punya istri, saya
itung sampai tiga” wajah Heni kelihatannya BT, matanya menatap tajam si
dokter yang tersenyum mesum.
“Jangan marah dong Sus, mendingan kita seneng-seneng, ya?” sahut
Dokter Maman, entah sejak kapan tiba-tiba saja pria tidak tau malu itu
sudah di sebelahnya .
Dokter jaga itu dengan berani merangkul bahu Heni dan tangan satunya
menyingkap rok suster muda itu di sisi yang lain. Suster itu tidak
bergeming, tidak ada tanda-tanda penolakan walau wajahnya masih terlihat
marah.
“Satu…” suster itu mulai menghitung namun orang itu malah makin
kurang ajar, dan tangannya makin nakal menggerayangi paha yang indah
itu, “dua…!” suaranya makin serius.
Entah mengapa suster itu tidak langsung beranjak pergi atau berteriak
saja ketika dilecehkan seperti itu. Si pria yang sudah kerasukan nafsu
itu menganggapnya sandiwara untuk meninggikan harga diri sehingga dia
malah semakin nafsu.
“Tig…” sebelum suster Heni menyelesaikan hitungannya dan bergerak, si
dokteritu sudah lebih dulu mendekapnya dan melumat bibirnya yang tipis.
“Mmm…mmhh !” suster itu berontak dan mendorong-dorong Maman berusaha
lepas dari dekapannya namun tenaganya tentu kalah darinya, belum lagi
dokter Maman juga mendekapnya serta menaikkan rokknya lebih tinggi lagi.
Heni merasa hembusan angin malam menerpa paha mulusnya yang telah
tersingkap, juga tangan kasar dokter itu mengelusinya yang mau tak mau
membuatnya terangsang.
“Aahh…jangan…mmhh !” Heni berhasil melepaskan diri dari cumbuan si
dokter tapi cuma sebentar, karena ruang geraknya terbatas bibir mungil
itu kembali menjadi santapan Maman.
Lalu tangan Pak Maman mulai meremas-remas dadanya yang masih tertutup
seragam suster dan jilbab lebarnya – Maman dapat merasakan kalau tetek
suster alai mini masih kencang dan padat pertanda belum pernah dijamah
lelaki lain – sementara tangan satunya tetap mengelus paha indahnya yang
menggiurkan. Heni terus meronta, tapi sia-sia malah pakaian bawahnya
semakin tersingkap dan jilbab lebar perawat itu nyaris copot. Pak Maman
melepaskan jaket cardigan pinknya suster Heni sehingga tinggal baju
seragam perawatnya yang terlihat. Lama-lama perlawanan suster Heni
melemah, sentuhan-sentuhan pada daerah sensitifnya telah meruntuhkan
pertahanannya.
Birahinya bangkit dengan cepat apalagi suasananya sangat mendukung
dengan hujan yang masih mengguyur dan dinginnya malam. Ditambah lagi
hati kecil suka dengan dokter Maman. Bulu kuduk Heni merinding merasakan
sesuatu yang basah dan hangat di lehernya. Ternyata dokter Maman itu
sedang menjilati lehernya yang jenjang dengan menyingkapkan jilbab
panjang suster alim itu, lidah itu bergerak menyapu daerah itu sehingga
menyebabkan tubuh Heni menggeliat menahan nikmat. Mulut Heni yang
tadinya tertutup rapat-rapat menolak lidah Maman kini mulai membuka.
Lidah kasap si doketr itu langsung menyeruak masuk ke mulut suster
berjilbab itu dan meraih lidahnya mengajaknya beradu lidah. Heni pun
menanggapinya, lidahnya mulai saling jilat dengan lidah pria itu, liur
mereka saling tertukar. Sementara Pak Maman mulai melucuti kancing
bajunya dari atas dan sekaligus mencopot jilbab panjang suster Heni,
tangan perkasa dokter itu menyusup ke dalam cup branya, begitu menemukan
putingnya benar-benar masih kencang dan padat, belum terjamah lelaki
lain lalu langsung dimain-mainkannya benda itu dengan gemasnya.
Di tengah ketidak-berdayaannya melawan dokter brengsek itu, Heni
semakin pasrah membiarkan tubuhnya dijarah. Tangan doketr Maman
menjelajah semakin dalam, dibelainya paha dalam gadis itu hingga
menyentuh selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Sementara
baju atasan Heni juga semakin melorot sehingga terlihatlah bra biru di
baliknya.
“Kita ke dalam aja biar lebih enak” kata Pak Maman.
“Kamu emang kurang ajar yah, kita bisa dapet masalah kalau gak lepasin saya !” Heni masih memperingatkan dokter itu.
“Udahlah Sus, kurang ajar- kurang ajar, kan lu juga suka ayo !” Maman
narik lengan suster itu bangkit dari kursi. “Sus, seneng-seneng dikit
napa? Dingin-dingin gini emang enaknya ditemenin cewek cantik kaya Sus”
lanjut Pak Maman.
Dokter Maman menggelandang suster alim itu ke ruang periksa pasien
tempat mereka berjaga. Heni disuruh naik ke sebuah ranjang periksa yang
biasa dipakai untuk memeriksa pasien. Selanjutnya pria itu langsung
menggerayangi tubuh Virna yang terduduk di ranjang. Maman menarik lepas
celana dalam gadis alim itu hingga terlepas, celana itu juga berwarna
biru, satu stel dengan branya.
Kemudian ia berlutut di lantai, ditatapnya kemaluan suster alim itu
yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat, bulu itu agaknya rajin dirawat
karena bagian tepiannya terlihat rapi sehingga tidak lebat kemana-mana.
Hena dapat merasakan panasnya nafas pria itu di daerah sensitifnya. Pak
Maman mempreteli kancing baju atasnya yang tersisa, lalu bra itu
disingkapnya ke atas. Kini terlihatlah payudara suster Heni yang
berukuran sedang sebesar bakpao dengan putingnya berwarna coklat.
“Uuuhh…Pak!” desah Henia ketika lidah Pak Maman menelusuri gundukan
buah dadanya. Lidah itu bergerak liar menjilati seluruh payudara yang
kencang dan padat itu tanpa ada yang terlewat, setelah basah semua,
dikenyotnya daging kenyal itu, puting mungil itu digigitinya dengan
gemas.
“Aahh !” tubuh Heni tiba-tiba tersentak dan mendesah lebih panjang
ketika dirasakannya lidah panas Maman mulai menyapu bibir vaginanya lalu
menyusup masuk ke dalam. Maklum Maman sudah pengalaman merangsang
wanita. Heni sebagai gadis alim sebenarnya jijik melakukan hal ini
dengan dokter Maman ini, tapi rupanya libidonya membuatnya melupakan
perasaan itu sejenak.
Mulut Pak Maman kini merambat ke atas menciumi bibirnya, sambil
tangannya tetap menggerayangi payudaranya. Kemudian dokter itu kembali
menghisap memek suster ini, si dokter makin membenamkan wajahnya di
selangkangan Heni, lidahnya masuk makin dalam mengais-ngais liang
kenikmatan suster muda itu menyebabkan Heni menggelinjang dan
mengapitkan kedua paha mulusnya ke kepalanya Maman.
“Nah, sekarang tinggal kita mulai Sus” kata Pak Maman membuka pakaiannya “pokoknya malam ini Bapak bakal muasin Sus hehehe!”
Heni tertegun melihat pria gagah itu sudah telanjang bulat di
hadapannya, tubuhnya terbilang kekar, penisnya yang sudah menegang itu
lumayan besar juga dengan bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. Dia naik
ke ranjang ke atas tubuh gadis alim itu, wajah mereka saling bertatapan
dalam jarak dekat. Kali tanpa penghalang sebab jilbab panjang suster
alim itu sudah dicopot dokter Maman. Pak Maman begitu mengagumi wajah
cantik Heni, dengan bibir tipis yang merah merekah, hidung bangir, dan
sepasang mata indah yang nampak sayu karena sedang menahan nafsu.
“Pak, apa ga pamali main di tempat ginian ?” tanya Heni.
“Ahh…iya sih tapi masabodo lah, yang penting kita seneng-seneng dulu
hehehe” habis berkata dia langsung melumat bibir gadis itu. Mereka
berciuman dengan penuh gairah, Heni yang sudah tersangsang berat itu
melingkarkan tangannya memeluk tubuh Pak dokter Maman. Ia masih memakai
seragam susternya yang sudah terbuka dan tersingkap di mana-mana, bagian
roknya saja sudah terangkat hingga pinggang sehingga kedua belah
pahanya yang jenjang dan mulus sudah tidak tertutup apapun.
Pak Maman sudah seminggu lamanya tidak menikmati kehangatan tubuh
wanita sebab istrinya lagi datang bulan sehingga dia begitu bernafsu
berciuman dan menggerayangi tubuh Heni. Mendapat kesempatan bercinta
dengan gadis seperti Heni bagaikan mendapat durian runtuh, belum pernah
dia merasakan yang sesintal dan montok ini, bahkan istrinya pun tidak
ada apa-apanya bila dibandingkan dengannya meskipun lebih cantik dari
pada Suster Heni.
Setelah lima menitan berciuman sambil bergesekan tubuh dan
meraba-raba, mereka melepas bibir mereka dengan nafas memburu. Pak Maman
mendaratkan ciumannya kali ini ke lehernya. Kemudian mulutnya merambat
turun ke payudaranya, sebelumnya dibukanya terlebih dulu pengait bra
yang terletak di depan agar lebih leluasa menikmati dadanya.
“Eemmhh…aahhh…aahh !” desahnya menikmati hisapan-hisapan dokter jaga
itu pada payudaranya, tangannya memeluk kepala yang rambutnya lebat dan
hitam itu.
Heni merasakan kedua putingnya semakin mengeras akibat rangsangan yang
terus datang sejak tadi tanpa henti. Sambil menyusu, pria itu juga
mengobok-obok vaginanya, jari-jarinya masuk mengorek-ngorek liang
senggamanya membuat daerah itu semakin basah oleh lendir.
“Bapak masukin sekarang yah, udah ga tahan nih !” katanya di dekat telinga Heni.
Suster Heni hanya mengangguk. Pak Maman langsung menempelkan penisnya ke
mulut vagina gadis alim itu. Terdengar desahan sensual dari mulut gadis
itu ketika Pak Maman menekan penisnya ke dalam.
“Uuhh…sempit banget Sus, masih perawan ga sih ?” erang pria itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya.
Heni mengerang kesakitan dan mencengkram kuat lengan pria itu setiap
kali penis itu terdorong masuk ke dalam memeknya yang masih rapet itu.
Setelah beberapa kali tarik dorong akhirnya penis itu tertancap
seluruhnya dalam vagina suster alim itu. Darah mengalir dari memek suter
alim itu.
“Weleh-weleh, enaknya, legit banget Sus kalau masih perawan” komentar
pria itu, “Belum pernah ngentot ya Sus sebelumnya, kalo boleh tau ?”
Sebagai jawabannya Heni menarik wajah pria itu mendekat dan mencium bibirnya, agaknya dia tidak berniat menjawab pertanyaan itu.
Pak Maman mulai menggoyangkan pinggulnya memompa vagina gadis itu.
Desahan tertahan terdengar dari mulut Heni yang sedang berciuman. Pria
itu memulai genjotan-genjotannya yang makin lama makin bertenaga.
Lumayan juga sudah seusia hampir kepala empat tapi penisnya masih
sekeras ini dan sanggup membuat gadis alim itu menggelinjang. Dia mahir
juga mengatur frekuensinya agar tidak terlalu cepat kehabisan tenaga.
Sambil menggenjot mulutnya juga bekerja, kadang menciumi bibir gadis
itu, kadang menggelitik telinganya dengan lidah, kadang mencupangi
lehernya. Suster Heni pun semakin terbuai dan menikmati persetubuhan
beda jenis ini. Dia tidak menyangka pria seperti dokter itu sanggup
membawanya melayang tinggi. Pria itu semakin kencang menyodokkan
penisnya dan mulutnya semakin menceracau, nampaknya dia akan segera
orgasme.
“Malam masih panjang Pak, jangan buru-buru, biar saya yang gerak sekarang !” kata gadis perawat itu tanpa malu-malu lagi.
Pak Maman tersenyum mendengar permintaan suster itu. Merekapun
bertukar posisi, Pak Maman tiduran telentang dan Heni menaiki penisnya.
Batang itu digenggam dan diarahkan ke vaginanya, Heni lalu menurunkan
tubuhnya dan desahan terdengar dari mulutnya bersamaan dengan penis yang
terbenam dalam vaginanya. Mata Pak Maman membeliak saat penisnya
terjepit diantara dinding kemaluan Heni yang sempit. Ia mulai
menggerakkan tubuhnya naik turun dengan kedua tangannya saling genggam
dengan pria itu untuk menjaga keseimbangan.
“Sssshhh…oohh…yah…aahh !” Heni mengerang sambil menaik-turunkan tubuhnya dengan penuh gairah.
Tangannya meraih ujung roknya lalu ditariknya ke atas seragam yang
berupa terusan itu hingga terlepas dari tubuhnya. Seragam itu
dijatuhkannya di lantai sebelah ranjang itu, tidak lupa dilepaskannya
pula bra yang masih menyangkut di tubuhnya sehingga kini tubuhnya yang
sudah telanjang bulat terekspos dengan jelas. Sungguh suster Heni
memiliki tubuh yang sempurna, buah dadanya montok dan proporsional,
perutnya rata dan kencang, pahanya juga indah dan mulus, sebuah puisi
kuno melukiskannya sebagai kecantikan yang merobohkan kota dan
meruntuhkan negara.
Kembali Heni dan dokter jaga itu memacu tubuhnya dalam posisi woman
on top. Heni demikian liar menaik-turunkan tubuhnya di atas penis Pak
dokter Maman, dia merasakan kenikmatan saat penis itu menggesek dinding
vagina dan klitorisnya.
“Ayo manis, goyang terus…ahh…enak banget !” kata Pak Maman sambil meremasi payudara gadis itu.
Wajah Heni yang bersemu merah karena terangsang berat itu sangat
menggairahkan di mata Pak Maman sehingga dia menarik kepalanya ke bawah
agar dapat mencium bibirnya.
Akhirnya Heni tidak tahan lagi, ia telah mencapai orgasmenya,
mulutnya mengeluarkan desahan panjang. Pak Maman yang juga sudah dekat
puncak mempercepat hentakan pinggulnya ke atas dan meremasi payudara itu
lebih kencang. Ia merasakan cairan hangat meredam penisnya dan
otot-otot vagina suster alim itu meremas-remasnya sehingga tanpa dapat
ditahan lagi spermanya tertumpah di dalam dan membanjir, maklum sudah
seminnggu gak dikeluarkan. Setelah klimaksnya selesai tubuh Heni melemas
dan tergolek di atas tubuh dokter itu. Virna yang baru berusia 24 tahun
itu begitu kontras dengan pria di bawahnya yang lebih pantas menjadi
bapaknya, yang satu begitu ranum dan segar sementara yang lain sudah
agak tua.
“Asyik banget Sus, udah selama seminggu saya gak ginian loh !” ujar Pak Maman dengan tersenyum puas.
“Gile nih malem, ga nyangka bisa dapet yang ginian” dia seperti masih belum percaya hal yang dialaminya itu.
Ketika sedang asyik memandangi Heni, tiba-tiba Pak Maman nafsunya
bangkit lagi dan minta jatah sekali lagi. Tangan Maman terus saja
menggerayangi tubuh Heni, kadang diremasnya payudara atau pantatnya
dengan keras sehingga memberi sensasi perih bercampur nikmat bagi gadis
itu. Sedangkan Pak Maman sering menekan-nekan kepala gadis itu sehingga
membuat Heni terkadang gelagapan.
“Gila nih doketer, barbar banget sih” kata Heni dalam hati.
Walau kewalahan diperlakukan seperti ini, namun tanpa dapat disangkal
Heni juga merasakan nikmat yang tak terkira. Tak lama kemudian Maman
menyiorongkan penisnya lalu berpindah ke mulut Heni. Heni kini bersimpuh
di depan pria yang senjatanya mengarah padanya menuntut untuk diservis
olehnya. Heni menggunakan tangan dan mulutnya bergantian melayani penis
itu hingga akhirnya penis Maman meledak lebih dulu ketika ia
menghisapnya.
Sperma si doketr langsung memenuhi mulut gadis itu, sebagian masuk ke
kerongkongannya sebagian meleleh di bibir indah itu karena banyaknya.
Pria itu melenguh dan berkelejotan menikmati penisnya dihisap gadis itu.
Tak lama kemudian Pak Maman pun menyemburkan isi penisnya dalam kocokan
Heni, cairan itu mengenai wajah samping dan sebagian rambutnya. Tubuh
Heni pun tak ayal lagi penuh dengan keringat dan sperma yang berceceran.
“Sus hebat banget, sepongannya dahsyat, saya jadi kesengsem loh” puji Maman ketika beristirahat memulihkan tenaga.
“Sering-sering main sini yah Sus, saya kalau malem kan sering kesepian hehehe” goda Pak Maman.
Heni tersenyum dengan hanya melihat pantulan di cermin, katanya,
“Kenapa nggak, saya puas banget malem ini, mulai sekarang saya pasti
sering mendatangi dokter”
Jam telah menunjukkan pukul setengah dua kurang, berarti mereka telah
bermain cinta selama hampir satu setengah jam. Heni pun berpamitan
setelah memakai jaket pinknya dan memakai kembali jilbab putih
panjangnya. Sebelum berpisah ia menghadiahkan sebuah ciuman di mulut.
Manam membalas ciuman itu dengan bernafsu, dipeluknya tubuh padat dan
montok itu sambil meremas pantatnya selama dua menitan.
“Nakal yah, ok saya masuk dulu yah !” katanya sebelum membalik badan dan berlalu.
Lelah sekali Maman setelah menguras tenaga dengan perawat alim yang
cantik itu sehingga selama sisa waktu itu agak terkantuk-kantuk. Setelah
pagi mereka pun pulang dan tertidur di tempat masing-masing dengan
perasaan puas.
Setiap kali kalau ada jadwal piket bersama, mereka selalu ngentot.
Dokter Maman bermaksud menjadikan Suster Heni yang alim berjilbab
sebagai istri keduanya, oleh sebab itu dokter Maman tidak memakai alat
kontrasepsi apa pun jika ngentot dengan Suster Heni. Maman ingin wanita
alim itu hamil, hingga terpaksa mau menikah dengannya sebagai istri
keduanya. Hebat Dokter Maman!
Belum ada tanggapan untuk "SUSTER JAGA MALAM"
Posting Komentar