CERITA DEWASA | CERITA MESUM | CERITA SEX | CERITA PORNO | FOTO PORNO
Aisya Pradana, seorang guru di SMP Negeri ternama di Solo berusia 26
tahun, benar-benar telah membuatku terpesona. Walaupun usiaku telah 53
tahun, penisku terasa selalu tegak ketika melihatnya. Sekilas cerita,
Dengan Jilbab lebar khas seorang muslimah sejati, dia benar-benar sosok
istri yang sempurna. Ditambah dengan kacamata minus yang bergantung di
depan mata indahnya, hmm … kecantikannya betul-betul menakjubkan..
Sebetulnya aku agak segan juga untuk mendekatinya, karena begitu
santun dan alim perilakunya, serta perbedaan umur kami yang terpaut
seperempat abad.
Suatu sore aku melihatnya sedang duduk di depan Ruang Guru,
sepertinya sedang menunggu hujan yang sedari siang tadi mengguyur kota
Solo dengan deras. Perlahan akupun mendekati, hingga kemudian duduk di
sebelahnya.
“Assalamualaykum, Bu Aisya”
“Waalaykumsalam … Ehh, Pak Hadi. Belum pulang Pak?”
“Belum. Ibu sendiri kenapa belum pulang?”
“Menunggu hujan reda, Pak. Deras sekali hujannya, nggak berhenti berhenti dari tadi siang.”
Sembari mendengar suaranya yang merdu, mataku sedikit melirik ke arah
dadanya yang sedikit membusung. Jilbab panjangnya yang berwarna krem
tak mampu menutupi kenyataan bahwa payudara akhwat ini memang besar. Aku
taksir ukurannya sekitar 36B. Cara duduk Aisya juga begitu anggun. Ia
menyilangkan kaki, sehingga rok panjangnya sedikit tertarik ke atas dan
memperlihatkan sedikit bagian betisnya yang tertutupi oleh kaos kaki
berwarna putih.
Kurasa inilah saatnya bagiku untuk bisa menaklukkan rekanku sesama
guru yang menggairahkan ini. Kulihat kiri dan kanan tak ada seorang pun
yang lewat karena aktivitas kampus memang sudah selesai semua. Hasrat
mudaku pun kembali bergelora, aku pun mulai membaca-baca wirid pemikat
yang dulu kupelajari di Gunung *****. Namun tanpa kuduga, Aisya
tiba-tiba berdiri hingga aku pun terlepas dari kekhusyukan wiridku.
“Mau ke mana, Bu ?” Aku selalu memanggilnya dengan panggilan Bu
Aisya, selain sebagai rasa hormat, juga untuk menyingkirkan perbedaan
umur yang cukup jauh di antara kami berdua.
“Sepertinya hujannya masih lama berhentinya, saya mau toilet dulu
yah, permisi … Assalamualaykum,” jawabnya sambil berlalu ke arah toilet
guru.
Aku yang sudah setengah jalan membaca wiridku pun tak tinggal diam.
Aku selesaikan pembacaan wiridku dengan sungguh-sungguh hingga siapapun
yang melihat tatapan mataku akan jatuh hati dan menuruti semua
kemauanku. Ilmu ini telah kukuasai sejak lulus kuliah dulu. Beberapa
kawan pengajian ada yang memberikan informasi tentang wirid ini, dan aku
pun langsung mencarinya sampai ke Gunung ***** dan akhirnya aku pun
berhasil mendapatkannya, dengan perjuangan yang tak bisa dibilang
ringan.
Setelah aku merasa percaya diri dengan wiridku, aku pun langsung
mengikuti Aisya hingga ke toilet yang berada di belakang ruang guru. Aku
tahu seluruh guru telah pulang, karena akulah yang terakhir berada di
ruang guru tadi, jadi sepertinya rencana sore ini akan aman. Ketika
kutengok ke setiap sudut toilet, tidak tampak sosok Aisya. Ketika
kudengar gemericik air di kamar mandi wanita, maka aku pun menyimpulkan
bahwa Aisya pasti sedang pipis.
Dengan cekatan aku pun memasang badan di depan tempat kamar mandi
sambil menunggu Aisya keluar. Benarlah, tak lama kemudian sesosok tubuh
yang sintal berjilbab panjang keluar dari kamar mandi tersebut. Tanpa
menunggu lama, aku pun langsung melancarkan pandangan mautku.
“Bu Aisya …”Ujarku sambil mencegat dan menatap mata Aisya. Mata nan
indah itu tiba-tiba menjadi sayu seperti orang yang hilang kesadarannya.
Tapi sebenarnya kesadarannya tidak hilang, hanya nafsu seksualnya saja
yang tiba-tiba menggelegak.
“Akhhh … Pak Hadi …” Efek dari ilmuku begitu cepat hadirnya, kini Aisya pun telah terjebak dalam permainan nakalku.
Tubuh kami berdua tiba-tiba mematung, tak bergerak sedikit pun.
Sunyi, tak ada yang bersuara.Hingga akhirnya Aisya sendiri yang memecah
keheningan itu dengan berjalan tapak demi tapak ke arahku. Saat ia telah
tepat berada di hadapanku, ia pun memeluk tubuhku yang berbulu lebat
ini. Begitu saja aku sudah gembira bukan kepalang. Seorang guru
psikologi yang alim dan berjilbab panjang dengan ikhlas tengah memelukku
untuk mendapatkan kehangatan birahi dariku. Dapat kurasakan dadanya
yang besar naik turun, jantungnya berdetak begitu cepat, tanda-tanda
seorang wanita tengah terkena badai gairah.
Untuk berjaga-jaga agar tak terlihat orang, aku pun menggandengnya ke
belakang tempat wudhu, sebuah kebun yang cukup tertutup, sehingga
terasa aman. Aisya pun menurut saja ketika aku menyandarkan tubuhnya ke
dinding, pipinya yang merah benar-benar menggodaku untuk langsung
mengecupnya dengan lembut. Tubuh kami berpelukan erat, dan bibirku pun
mulai menjelajahi wajah ayu sang akhwat.
“Pak Hadi … apa yang Bapak lakukan? Ini salah pak …” dalam kondisi
bergairah pun Aisya masih mampu berpikir tentang salah dan benar, aku
pun takjub dibuatnya. Biasanya para korbanku akan langsung pasrah saja
menerima apa yang aku lakukan. Ohh … aku makin tak sabar untuk menikmati
tubuhnya yang suci ini.
“Nikmati saja Aisya, Bapak janji akan memberikanmu kenikmatan yang
tak pernah kau reguk sebelumnya.” Bisikku sambil mejilati pipinya yang
ranum. Ahhh … dia langsung mendesah ringan merasakan hangat dan basahnya
lidahku di lesung pipitnya.
Tangan kiriku menggenggam erat tangan kanan Aisya dan sedikit
menelikungnya ke belakang. Dapat kurasakan basahnya air wudhu masih
mengaliri lengannya yang halus dan putih. Sementara itu, tangan kananku
pun mulai berani menelusuk masuk ke balik jilbab panjangnya. Satu
persatu kancing jubahnya aku lepas, hingga payudaranya yang besar itu
pun menyembul keluar.
“Ukhti … toketnya besar sekali yah, boleh Bapak remas?”
“Ahhh … ahhh, boleh Pak. Remas saja …” Jawab Aisya di sela-sela
kehausan birahinya. Ia kini mencari cari bibirku untuk dikecupnya,
tampaknya dia lumayan ahli juga dalam masalah seksual.
“Ukurannya berapa Bu?”
“36B, Pak. Dan tolong panggil saya Aisya saja … ahhh”
“Besar juga yah Ma, Bapak jadi nafsu banget ngeliat toket kamu.”
Kali ini aku tanganku berganti posisi, tangan kananku berubah
menelikung tangan halus Aisya, sedangkan yang kiri meremas2 payudara
yang berbungkus bra putih berenda itu perlahan-lahan. Aisya sepertinya
belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya, sehingga dia kaget dan
desahannya menjadi tak tertahan. Aku pun langsung menutup mulutnya
dengan bibirku, dan memainkan lidahku di dalam mulutnya yang manis.
Aisya yang tak mengerti apa-apa hanya membalas permainan lidahku
sebisanya, matanya tampak sayu di balik kacamata yang membuatnya tambah
manis itu.
Beberapa menit kami bertahan dengan posisi itu, hingga Aisya pun
menggerakkan tangannya untuk memeluk pinggulku. Melihatnya sudah mulai
agresif, aku pun mengendurkan telikunganku ke tangannya dan ikut memeluk
pinggulnya. Pinggul nan padat itu terasa seksi dan sintal sekali. Belum
pernah aku merasakan tubuh wanita yang benar-benar sempurna seperti
ini. Aku pun mulai berani merangsang Aisya, guru berkacamata dan
berjilbab panjang itu dengan kata-kata kotorku.
“Aisya … mau gak ukhti lihat kontol Bapak?”
Dia tampak terkejut dengan kata-kataku. Wajahnya memerah dan terasa
dadanya bergetar kencang. Namun akhirnya dia pun menyerah dan
menganggukan kepala, “Mau Pak.”
“Tapi kontol bapak kan hitam, lagipula udah bekas dipakai Bu Maryam (istriku)”
“Gak apa-apa Pak, Aisya udah gak tahan …” Ia pun akhirnya jujur
tentang perasaannya, aku pun tak ingin membuatnya menderita lebih jauh
dan langsung mengeluarkan kontolku dari balik celana panjangku.
Dengan gerakan reflek, Aisya langsung menggenggam kontolku dengan
tangannya, hingga membuatku serasa melayang. Tangannya begitu halus dan
lembut, ahh, serasa di surga. Aku singkapkan jilbab panjangnya dan
langsung kepalaku aku masukkan ke baliknya guna mengemut payudara Aisya
yang demikian menantang. Putingnya telah membesar, warnanya merah muda,
bentuknya juga bulat sempurna, benar2 payudara idaman setiap pria. Kami
pun saling memuaskan gairah masing-masing hingga matahari tak terasa
mulai turun.
Aku pun kaget dibuatnya, menurut guruku, ajian pemikat yang kupakai
ini akan hilang khasiatnya bila azan berkumandang. Aku pun berinisiatif
untuk menuntaskan hajatku dan yang lebih penting lagi … membuat agar
Aisya mau melakukannya lagi denganku di kemudian hari, kalau perlu tanpa
ajian pemikat sekalipun.
“Aisya, coba kamu berbalik sayang …”
Ia pun menurut sambil mendesah ringan. Aku remas pantatnya dari balik
roknya hingga Aisya sedikit mengerang, suaranya terdengar begitu binal,
berbeda sekali dengan kesehariannya yang biasa bersuara lembut, merdu
dan anggun. Sedikit demi sedikit aku angkat roknya hingga ke pinggang
dan aku turunkan celana dalamnya yang berwarna putih berenda, hampir
mirip dengan corak bra-nya. Aisya memang suka sekali dengan warna putih,
yang identik dengan kesucian, walau sebentar lagi kesucian yang selama
ini dijaganya akan kurenggut dengan penuh kenikmatan.
Tangan kiriku mulai meraba-raba memeknya yang sudah basah oleh lender
kemaluan. Aisya tampak telah begitu terangsang, aku pun langsung
memposisikan kontolku di depan memeknya. Aisya mendesah makin keras
ketika ujung kontolku menempel di bibir memeknya, lehernya kuciumi
dengan lembut dan kuperlakukan ia seperti istriku sendiri. Bedanya kami
tidak berada di ranjang yang empuk, tapi sedang bersandar di kebun
belakang Ruang Guru tempat kami bekerja. Sebentar Aisya membetulkan
letak kacamatanya yang telah bergeser kesana kemari, dan pada saat yang
sama aku pun menghujamkan penis hitamku ke dalam memeknya, Ughhh …
“Ahhhhhhh, Paaaaakkk Haddiiiii … Kontolnya gedeeeee ….” Aku tak
menyangka Aisya yang begitu alim bisa mengeluarkan erengan binal seperti
itu. Memeknya tampak berkedut-kedut menghisap kontolku penuh birahi.
Tak sesempit milik Aini memang, tapi tubuh Aisya begitu harum hingga aku
benar-benar bergairah dibuatnya. Tak lama kemudian aku pun menyentuh
selaput daranya dan … ahhh, aku kembali memerawani akhwat berjilbab
panjang, cantik pula.
Aku pun mendapat ide untuk merekam persetubuhanku dengan Aisya, sang
akhwat alim itu. Aku keluarkan handphoneku yang berkamera lalu merekam
video persetubuhanku dengan wanita berjilbab yang telah lama kuidamkan
ini dari arah kanan, sambil tetap menggenjot memeknya yang telah terasa
begitu licin karena cairan birahinya yang membanjir. Sengaja aku hanya
menyorot tubuhnya saja dan membuat sedemikian rupa agar wajahku tak ikut
terekam, Ohh, pintarnya aku. Dia pasti tak akan bisa menuntutku balik
karena tak ada bukti aku pernah menyetubuhinya, tapi ada bukti kalau ia
pernah meringis-ringis kenikmatan ketika disetubuhi pria yang bukan
mahromnya.
Beberapa menit kemudian, tubuh Aisya terasa menegang. Aku yang sudah
pengalaman tentu tahu kalau ini adalah cirri-ciri wanita yang akan
orgasme. Aisya begitu menikmati pengalaman pertamanya bersetubuh
denganku, tak heran kalau ia bisa secepat itu mencapai orgasme. Ia pun
mulai meraung mencari kenikmatan sejatinya. Pinggulnya maju mudur
mengikuti genjotan kontolku di memeknya yang suci itu
“Ahh … ahhh … ahh, Aisya mau pipis pakk …ahh”
“Lepaskan semua birahimu sore ini sayang … Bapak akan buat kamu melayang”
“Ahhh ahhhhhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhh, Pakkkkkkkkk …………. Aisya gak kuat
………..” sedetik kemudian cairan cinta dalam jumlah yang banyak terasa
menyiram kontolku di dalam memek Aisya. Aisya pun langsung ambruk
setelah orgasme yang mungkin baru pertama kali ia rasakan seumur
hidupnya.
Baru pertama kali ini aku bersetubuh dengan seorang wanita di mana
wanita itu langsung ambruk setelah orgasme. Aisya adalah salah satu
wanita terunik yang pernah kurasakan. Untungnya tepat setelah itu baru
adzan maghrib berkumandang, tanda ajian pemikatku sudah tak ada
pengaruhnya lagi pada diri Aisya. “Untung saja dia langsung ambruk,”
pikirku.
Aku menyeka keringat yang bergulir di pipi akhwat yang cantik itu
sambil memeluknya di bahuku. Aku pun mengeluarkan sapu tanganku dan
mengelap kemaluannya yang telah banjir dengan cairan kenikmatannya
sendiri. Setelah itu aku rapikan jubah, rok dan jilbabnya, aku masukkan
kembali payudaranya yang indah yang tadi menyembul keluar, kemudian aku
gendong tubuh indah seorang Aisya Pradana menuju mobilku.
Selama menggendong Aisya, jujur birahiku naik turun. Tak tahan ingin
kembali menggumulinya, tapi aku musti bersabar, karena orang sabar
disayang Tuhan katanya. Entah petualangan apa lagi yang akan kujalani
dengan Aisya
Belum ada tanggapan untuk "AISYAH GURU SMP"
Posting Komentar