CERITA DEWASA | CERITA SEX | CERITA MESUM | FOTO BUGIL | FOTO SEX
Aku tinggal di kompleks perumahan elit di Yogyakarta. Suamiku termasuk
orang yang selalu sibuk. Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kejaksaan
Yogyakarta tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Usiaku sudah 35
tahun selisih tiga tahun lebih tua suamiku. Tinggi 158 cm dan berat 50
kg, orang-orang bilang tubuhku bagus, tapi menuruntuku biasa–biasa saja.
Aku punya dua putra, anak pertama kelas tiga SMP dan anak kedua kelas
satu SMP. Sebut saja namaku Ina (bukan nama sebenarnya).
Aku melakukan kesalahan yang sangat fatal dalam hidup ini karena aku
telah berselingkuh dengan seseorang yang aku belum begitu mengenalnya.
Singkat cerita, kejadian ini pada tanggal 6 Maret 2012, dimana waktu
itu aku berkunjung kekantor suamiku setelah aku pulang dari mengajar, oh
ya, aku seorang guru di salah satu SMP Negeri dan Swasta di Yogyakarta.
Dari sekolahan aku langsung melucur kekantor Kejaksaan Yogyakarta,
tapi diperempatan sebelah timur tugu aku melanggar lampu merah dan
akhirnya aku dikejar oleh salah seorang polisi yang sedang bertugas,
sang Polisi berhenti memotong laju kendaraanku aku pun bergegas
menginjak rem.
“Selamat Siang Bu..!”
“Siang pak”, begitu sahutku.
“Maaf Bu, Anda telah melanggar lampu merah, Tolong tunjukan SIM dan STNK Anda.”
Aku pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan SIM beserta STNK.
“Maaf Bu, Anda Ikut saya kepos Polisi.”
Aku pun menurutinya karena aku juga merasa bersalah.
Polisi muda tersebut masih berusia sekitar 28 Tahun berinisial “R”.
Kami pun sama–sama menuju pos polisi.
Setelah sampai dipos polisi saya diberi alternatif untuk
mengembalikan SIM saya. Yang pertama aku harus sidang pada tanggal 11
Maret dan aku harus membayar denda sebesar Rp. 20.000,00. Tanpa ambil
pusing akupun langsung membayar denda karena aku juga tergesa–gesa
menuju kantor suamiku, karena suamiku telah menungguku untuk pulang
bareng, kebetulan suamiku tidak bawa mobil karena dipakai salah satu
temannya.
Ku akui kalau polisi tersebut tampan, badan tinggi dan tegap. Setelah proses pembayaran denda selesai, sang polisi bertanya.
“Maaf Bu, kenapa Ibu kelihatannya Tergesa-gesa?”
“Iya ini pak, saya sudah ditunggu suamiku dikantornya.”
“Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?”
“Kantor Kejaksaan Pak”, aku jawab pertanyaannya.
“Oya, Suami Ibu siapa namanya, kalau boleh tau”?
“Pak Guruh (bukan Nama Sebenarnya)”
“Ha… Pak Guruh”, Polisi merasa terkejut.
“Iya memang kenapa”, tanyaku kepada polisi muda.
“saya kenal baik bu dengan dia.”
“Oh ya… Bapak kenal dimana?”, Kembali tanyaku.
“saya sering kekantor kejaksaan Bu, jadi ya kenal dengan pak Guruh.”
“Oh… Iya sich polisi sama kejaksaan masih saudara ya”, begitu gurauku dengan polisi muda.
“Ah… Ibu bisa saja. Pak Guruh beruntung ya punya istri secantik ibu.”
“Terima kasih pak atas pujiannya, tapi saya boleh pergi pak. Kasihan suamiku sudah menunggu”, begitu sahuntuku sama polis muda.
“Oh… Silahkan bu, kalau ibu butuh sesuatu yang berhubungan dengan polisi
silahkan hubungi saya bu”, sambil kasih secarik kertas berisikan nomor
hp dia.
Akupun menerimanya dan langsung pergi kekantor suamiku.
Setiba dikantor suamiku, suamiku sudah menunggu diruang tamu, sedang bincang–bincang dengan rekan kerjanya.
“Kok mama lama banget sich, kemana aja?”, tanya suamiku kepadaku.
“Maaf pa, tadi saya ketilang”, jawabku singkat.
“Kok mama tidak bilang, kan nanti bisa tidak bayar denda”, jawab suamiku.
“Gak masalah pa, lagi pula mama yang salah.”
“Emang siapa yang tilang kamu ma?”, tanya suamiku.
“Dia namanya Randi (Bukan nama sebenarnya)”, begitu jawabku sama suamiku.
“Ha… Randi, mama tidak bilang kalau mama istriku?”
“Bilang sich pa, tapi pas sudah membayar denda, udahlah pa tidak usah
dibahas lagi”, begitu aku meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan.
“ya sudah ayo pulang”, ajak suamiku.
Setelah suamiku pamit kepada rekan–rekannya, langsung aku dan suamiku berboncengan menuju rumah.
Keesokan harinya hari kamis tanggal tujuh Maret 2012, kebetulan aku
tidak mengajar, karena hari kamis tidak ada jam pelajaran yang saya
ajarkan. Akhirnya aku dirumah sendiri karena anak–anak sekolah dan suami
kekantor yang ad Cuma pembantu.
Sekitar pukul 10 siang telepon rumah berdering. Aku pun lansung angkat teleponnya.
“Halo… Selamat pagi”, jawabku.
“Halo ma ini papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang
kekantor minta maaf sama papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin”,
kata suamiku ditelepon.
“Trus gimana pa?, ya udahlah pa tidak usah diusut lagi.”
“Aku tidak ngapain–ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan minta maaf”, begitu jawab suamiku.
“Ya udahlah, terima aja uang dendanya, selesai kan?”, akupun menjawab
“Sekarang dia menuju rumah kita, karena aku bilang minta maaf aja langsung ma istriku”, jawab suamiku.
“Ihh, ngapain pa?, kayak kurang kerjaan aja?”, aku membalas perkataannya.
“Ya udah tidak masalah, ntar dia cuma minta maaf kok. Dah ya ma, papa lagi kerja nich”, begitu kata suamiku.
“Ya udah pa, da…”, aku pun tutup teleponnya.
Selang 30 menit ada kendaraan sepeda motor Honda Tiger datang, aku sedang menonton TV diruang keluarga.
“Permisi… Permisi…”, panggil seseorang dibalik pintu depan.
“Bi… Tolong buka pintu, ada tamu”, aku menyuruh pembantuku.
“Iya bu”, jawab pembantuku.
“Maaf mbak bu Ida ada?”, tanya seorang tamu tadi.
“Ada pak, tapi bapak siapa ya?”, Tanya kembali pembantuku.
“Oh ya, bilang saja saya Randi. Ibu dah tahu kok”, jawabnya.
Aku yang didalam ruang keluarga mendengar percakapannya, aku terkejut
setelah yang datang adalah Randi sang polisi muda yang tampan, tegap
dan tinggi.
“Silahkan masuk pak”, pembantuku bersikap sopan terhadapnya.
Gak lama kemudian pembantuku datang.
“Bu ada yang cari ibu?”, kata pembantuku.
“Siapa bi?”, tanyaku pura–pura tidak tau.
“Randi bu, katanya ibu sudah tau”, jawab pembantuku yang polos.
“Ya udah sana masak lagi”, begitu perintahku sama pembantuku.
Akupun berdiri menuju ruang tamu.
“Eh.. Pak Randi, ada apa ya pak? Apa masih perlu syarat lagi untuk ditilang?”, kataku sedikit menyindir.
“Gak bu, jadi tidak enak nich. Saya hanya minta maaf bu”, jawab Randi.
“Ngapain minta maaf, kan saya yang salah dan kamu sudah sesuai prosedur untuk menilang saya”, aku pun menjawab.
“Iya sich bu, tapi saya tidak enak saja”, Kembali dia berkata dengan nada menyesal.
“Ya sudah tidak usah dipikirkan lagi”, sahutku.
“Iya bu terimakasih”, jawabnya.
“Kok bapak tidak bertugas”, tanyaku.
“Saya mohon jangan panggil pak dong, panggil nama saja”, jawabnya.
“Oya maaf. Randi kok tidak tugas?”, tanyaku kembali.
“Saya nanti malam piket bu.”, jawabnya dengan polos.
“Oh… Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?”, tanyaku kepada Randi.
“Iya bu, maaf bu kok sepi emang rumah sebesar ini dihuni siapa saja bu?”, tanya Randi.
“Oh… Anak–anak lagi sekolah, bapak dikantor, jadi dirumah cuma aku dan
pembantuku, tapi kalau aku kerja ya cuma pembantuku”, jawabku jelas.
“Rumah sebesar ini cuman dihuni empat orang plus pembantu bu?”, tanyanya kembali.
“Iya mang napa?”, tanyaku kembali.
Ku akui rumah kami memang besar bertingkat, kamar tidur ada 6, diatas
dua dibawah tiga dan satu kamar pembantu. Untuk kamar atas khusus kamar
aku dan suamiku dan satu kamar atas untuk kamar tamu. Anak–anakku punya
kamar sendiri–sendiri dibawah.
“Gak apa – apa Cuma tanya aja bu”, begitu jawab Randi.
Pukul sudah menunjukan pukul 11.00 WIB kami asik ngobrol. Diwaktu
ngobrol asik pembantuku membawa minuman teh buat Randi dan aku.
“Silahkan diminum Ran”, perintahku sama Randi.
“Iya bu, terimakasih”, jawabnya.
Kami pun menikmati teh yang dibuat oleh pembantuku. Dan tiba–tiba…
“Ibu cantik sekali”, kata Randi.
“Maaf.. Apa ran?”, aku pura–pura tidak dengar dan sedikit kaget.
“Iya ibu cantik sekali, pak Guruh beruntung punya istri kayak ibu yang cantik dan pinter”, katanya kembali memujiku.
“Terimakasih atas pujiannya, tapi aku sudah berusia 35 tahun jadi
dibandingkan dengan perempuan yang seusia kamu pasti lebih cantik, apa
lagi aku bersuami dan punya anak lagi”, jawabku sambil menyakinkan kalau
aku bersuami.
“Tapi ibu tetep cantik kok, walaupun punya anak”, dia kembali memujiku.
“Terimakasih ya, tapi Randi jangan memuji terus, karena tidak enak aja kedengaranya”, jawabku halus.
“Apakah saya salah bu, jika kagum terhadap ibu”, dia mulai merayu lagi.
“Gak salah kok, Cuma tidak enak aja. Apa lagi aku dah bersuami dan anak–anakku dah beranjak dewasa”, jawabku kepada Randi.
Dia berdiri dan duduk disamping kananku. Aku mulai merasa takut, aneh
pokoknya sudah tak karuan perasaanku. Aku sedikit menggeser kekiri, dia
mengikuti geser pula, akhirnya aku berdiri karena aku merasa
terlecehkan.
“Maaf ran, jangan begitu tidak enak sama pembantuku, apalagi aku dah bersuami”, aku berkata tegas.
Tapi dia ikut berdiri dan kedua tangannya memegang pundakku dan ditekan kebawah agar aku kembali–kembali duduk disofa.
“Maaf bu, tapi saya benar–benar kagum terhadap ibu, ibu cantik bahkan
kecantikan ibu mengalahkan semua wanita yang masih berumur belasan
tahun. Benar bu ini semua kejujuranku terhadap ibu, aku bisa saja
mendapatkan wanita lain tapi menuruntuku mereka tidak menarik bagiku
tapi ibu yang menarik hatiku”, katanya lugu, apakah dia jujur apa tidak
tapi yang jelas sudah lama suamiku tidak memujiku bahkan hampir tidak
pernah memujiku.
“Maaf Ran aku dah tua, sudah punya anak dan suami, aku sudah
berkeluarga dan aku merasa sangat berbahagia dengan keluargaku saat ini.
Jadi kumohon jangan lakukan lagi”, pintaku terhadap Randi walaupun tak
pungkiri aku merasa senang dipuji.
Randi mulai mengeluskan tangannya dirambuntuku lurus yang panjang sambil berkata:
“Ibu, aku tidak bermaksud merusak kebahagiaan ibu, tapi aku hanya
mengatakan kalau aku suka sama ibu walau umurku lebih muda tujuh tahun
dibawah ibu. Tapi menurutku ibu tetap cantik dan menarik.”
Dia mulai berani mendekap aku. Jantungku berdebar tak karuan, aku berontak tapi dia tetap tidak melepaskan pelukannya.
“cukup Randi, kamu jangan kurang ajar gini dong”, gerutuku masih dalam peluknya.
“Coba nikmati bu, jangan berpikiran ibu berkhianat terhadap suami ibu,
tapi berpikirlah bagaimana agar ini terasa indah”, begitu katanya
menyakinkanku.
Dilepas pelukannya dan dia memandangi wajahku. Dan kuakui dia anak
yang tampan. Dan tanpa sadar dia telah mencium pipiku, dia melihatku
dengan mata sayu lalu tiba-tiba dia mulai mencium pipiku kembali. Ku
akui aku menikmati ciuman mesranya dipipiku.
Dia kembali memelukku, tapi ini apa yang kurasakan dia menjilati
kupingku, terus menjilati leherku kembali lagi kekuping terus menerus,
aku hanya diam terpaku, akhirnya aku mendesis lirih.
Dan seperti kehilangan kontrol akupun membalas menjilati kuping.
Randi membalas tidak kalah jilatannya. Napasku terengah engah tanda
napsuku mulai naik. Ternyata dia tahu aku telah terangsang dengan
tingkahnya.
Tiba-tiba tangan kirinya dia taruh ke pahaku. Tetapi saat aku tidak
menunjukkan reaksi, tangan Randi mulai mengelusi pahaku kemudian
menaikkan elusannya ke peruntuku kemudian ke dadaku. Aku tepis
kuat-kuat. Aku bisikkan agar jangan tidak sopan padaku. Dia tunjukkan
celana dalamnya yang telah terdorong mencuat karena tongkolnya yang
ngaceng berat sambil telunjuknya menunjuk bibirnya agar aku diam.
Kemudian dia perosotkan celananya hingga tongkolnya yang cukup gede dan
ujung kepalanya yang merah berkilatan itu nampak tegak kaku mencuat dari
rimbunan bulunya yang masih halus tipis.
Aku kaget banget dengan ulah Randi ini. Yang aku takuntukan
kalau-kalau pembantuku mendengar, masuk ke ruang tamu dan melihat apa
yang terjadi di ruang tamu ini. Bisa-bisa aku dianggap serong sementara
suamiku masih berada di kantor. Aku berontak untuk berdiri dan
meninggalkan ruang tamu. Tetapi Randi lebih sigap dan kuat. Direnggutnya
rambutku dengan kasar hingga aku nyaris terjatuh. Kemudian dengan paksa
mukaku ditundukkan ke arah selangkangannya. Dia arahkan tongkolnya ke
mulutku. Dia maksudkan agar aku mengulumnya. Kurang ajar dan kebangetan
banget, nih anak. Tahu bahwa ada pembantuku di dapur dia berani mencoba
melakukan macam ini padaku.
Tapi aku tetap tidak mau.
Dengan lembut dia menidurkan aku disofa dan dengan lembut pula tanpa
kata kata, dia membuka kancing bajuku dan dia menyentuh kedua bukit
kembarku, aku mendesis desis.
Dia lepas bukit kembarku dan berdiri sambil menutup celananya kembali yang sempat dikeluarkan penisnya. Dia berkata:
“Bu, kita kekamar ibu, dan suruh pembantu ibu pergi kemana gitu biar kita senang–senang tanpa ada yang memganggu…”
Aku diam terpaku dan masih bimbang apakah aku menerimanya apa
menolaknya, apa aku sudah berselingkuh. Aku masih terdiam sementara
Randi menunggu jawabanku. Aku masih berpikir apa aku harus menampar muka
Randi dan mengusirnya. Tapi jujur kuakui kalau perilaku Randi membuat
aku terangsang. Dan akhirnya..
“Bi.. Bibi..”, Aku memanggil pembantuku.
Pembantuku datang dengan lari–lari kecil dan menyahut panggilanku.
“Ada apa bu?”
“Bibi sekarang ke pasar beli buah buat persediaan anak–anak”, perintahku.
Kebetulan buah–buahan yang dikulkas telah habis.
“Tapi bu, saya sedang masak”, bantah pembantuku.
“ya sudah tinggalkan saja, nanti sekalian mampir ke Rumah makan padang
beli lauknya saja buat makan siang anak–anak”, perintahku kembali sama
pembantuku.
“Baik bu”, jawab pembantuku.
“Oh ya sekalian jemput dwi ya, habis dari beli buah jemput Dwi”,
perintahku lagi sama pembantuku. Dwi adalah putraku ke dua kelas satu
SMP, biasanya pulang jam dua siang. Anak pertamaku karena kelas tiga
jadi ada les tambahan.
“Baik bu”, jawab pembantuku.
Sambil ku beri uang belanja dan kunci motor aku sempat melirik Randi
yang tersenyum–senyum padaku. Akupun belum begitu meresponnya.
Pembantu telah pergi dan akhirnya tinggal aku dan Randi, sempat
melihat jam menunjukan pukul 12. Dan nanti kurang lebih jam 2.15 siang
pembantuku akan kembali bersama anakku, itu artinya aku masih punya
waktu 2jam untuk bersama Randi.
Tapi jujur aku masih merasa bingung apa harus aku lakukan atau tidak,
karena aku merasa bahagia dengan keluargaku saat ini juga, tetapi tak
dapat kupungkiri aku sudah merasa terangsang dengan perilaku Randi.
Tiba–tiba Randi berkata.
“Bu, ayo keruang keluarga sambil nonton tv”, ajak Randi.
Akupun melangkah keruang keluarga dengan Randi, dan setelah sampai
diruang keluarga, kami duduk di karpet depan tv yang masih hidup. Tanpa
basa basi, langsung saja dia merangkulku dan merobohkan aku dikarpet
posisiku ditelentangkan, aku hanya protes,
“Rann… apa-apaan siih..”, katanya kita mau ngobrol saja kok begini…”
Dan sambil mencari kaitan BH di belakang tubuhku, dia menjawab saja,
“Sebenarnya… aku pengen bu…”
Setelah kaitan BH-ku terlepas, langsung saja BH-ku dibuka dan dijilat
payudaraku serta dia menyedot-sedot puting susuku yang putih dan besar
dan tanpa sadar aku mencoba memasukkan tangan kananku ke dalam celana
Randi mencari cari penis yang sempat diperlihatkan kepadaku, tetapi
karena celananya agak sempit sehingga aku kesulitan memasukkan tanganku
dan langsung saja aku berkata entah sadar apa tidak:
“Ran, bukain celanamu, aku yoo.., kepingin… pegang punyamu”, pintaku.
Dan tanpa melepas puting susuku yang masih dia sedot, dia mulai
melepas celana dan celana dalamnya sekaligus sehingga dia sekarang sudah
telanjang bulat dan penisnya yang setengah berdiri itu langsung saja
kupegang dan segera saja aku berkomentar,
“Ran, kok masih lembek.. Gak kayak tadi?”
“Coba saja di isap… pasti sebentar saja sudah tegang, mau?”, tanya Randi.
sambil memandangi wajahku, dan akupun mulai menjilatinya, toh aku juga pernah sama suamiku.
Dia melepas isapan mulutnya di payudaraku dan bangun serta duduk di
dekat kepalaku sambil sedikit dia memiringkan badanku kearahnya dan
dengan tidak sabaran langsung saja batang penisnya yang masih setengah
berdiri kupegangi dan kepalanya ku jilat-jilat sebentar dan langsung
dimasukkan ke dalam mulutku. Dia memutar badanku setengah tengkurap, aku
segera saja memaju-mundurkan kepalaku sehingga penisnya keluar masuk di
mulutku.
“Aah.., ooh, Buuu… teruss… ooh… enaaknyaa, Bu.. oohh”, kata Randi
sambil membelai rambut di kepalaku dan sesekali dia menjambak dan baru
sebentar saja aku menghisap penis Randi, terasa penisnya sudah tegang
sekali.
Tiba-tiba saja penisnya dikeluarkan dari muluntuku dan langsung dia berkata.
“Buuu…, isap.., lagii.., doong”, pintanya kepadaku.
Tetapi aku menjawab dengan sedikit meminta.
“Rann… tolong, punya saya juga…”
Ternyata dia langsung mengerti apa yang aku mau dan langsung saja dia
merubah posisi dan dia menjatuhkan dirinya tiduran ke dekat kaki ku dan
dia menarik celana dalamku turun serta melepas dari badanku.
Dengan perilakunya aku bergerak dan berganti posisi tidur di atas
badan Randi sehingga vaginaku tepat berada di mulut Randi, maka tanpa
bersusah payah dia sibak bulu-bulu vaginaku yang menutupi bibir vaginaku
dan setelah itu dia membuka bibir vaginaku dengan kedua jari tangannya
dan dia menjulurkan lidahnya menusuk ke dalam vaginaku yang sudah basah
oleh cairan. Ketika ujung lidahnya menyodok kelubang vaginaku, langsung
saja ku menekan pantatku ke wajahnya sehingga terasa dia sulit bernafas
dan langsung ku kocok-kocok penis Randi dengan jari tanganku.
Ketika lidahnya menjelajahi seluruh bagian vaginaku dan bibir
vaginaku tetap dia pegangi, aku lalu menaik-turunkan pantatku dengan
cepat dan aku merasa keenakan dijilati. Aku mendesah yang agak keras
karena terlalu nikmat.
“ooh… Ran, aahh teruus.. Ran, aduuh… enak.. Ran… Ran… ooh…”, desahku.
Dan sesekali clitorisku yang sedikit menonjol itu dan sudah mulai
terasa mengeras, dia hisap-hisap dengan mulutnya sehingga desahan demi
desahan keluar dari mulutku, “ooh… itu.., Rannn, enaak, Sayang”, desahku
kenikmatan dengan perilaku Randi.
Dan aku melepaskan pegangan dipenisnya Randi dan Aku menjatuhkan diri
dari atas tubuhnya dan tidur telentang sambil memanggilnya.
“Rann, sayang, sini, Saya sudah nnggak tahaan… ayoo… sini… Raann”, memintaku sama Randi sang polisi muda.
Dia segera saja bangun dan membalik badannya serta dia menaiki
tubuhku dan aku ketika tubuhnya sudah berada di atasku, aku membuka
kakiku lebar-lebar dan dia tempatkan kakinya di antara kedua kakiku.
Dengan nafas terengah engah dan mencoba memegang penisnya aku berkata,
“Raann.., cepat dong, masukin. Saya sudah tidak tahan.”
“Tunggu sayang, biar Aku saja yang masukin sendiri”, kata Randi sambil
memindahkan ke atas, tanganku yang tadi mencoba memegang penisnya tetapi
rupanya aku akui sudah tidak sabaran lalu kembali aku berkata.
“Rann, ayoh dong, cepetaan, dimasukiin, punyamu itu!”, aku memintanya kembali.
Dan tiba–tiba Randi memegang penisnya dan menggesek-gesekkan di
belahan bibir vaginaku beberapa kali dan kemudian dia mulai menekan ke
dalam serta,
“Blees”, terasa dengan mudahnya penisnya masuk ke dalam lubang
vaginaku dan aku terkaget bersamaan penis Randi masuk kedalam vaginaku.
“Aduh… Raan”, aku sambil mendekap Randi erat-erat.
“Sakit, sayang?”, tanya Randi.
Dan aku hanya menggelengkan kepalaku sedikit dan aku menciumi disekitar telinga Randi aku pun berbisik,
“Enaak, Rann…”, aku mendesis.
Dia menciumi wajahku dan sesekali dia hisap bibirku sambil dia
memulai menggerakkan pantatnya naik turun pelan-pelan, aku mencengkram
punggungnya Randi dengan keras. Dan aku berkata sambil menikmati
goyangan pantat Randi.
“Ran, coba diamkan dulu pantatmu itu…”, pintaku sama Randi.
Ran pun menuruti saja permintaanku. Aku langsung mempermainkan
otot-otot vagina kenikmatanku, dan Randi terasa penisnya seperti di
pijat-pijat serta tersedot-sedot dan jepitan serta sedotan vaginaku
semakin lama semakin kencang sehingga penisnya terasa begitu nikmat dan
akupun menikmatinya. Dan ternyaya Randi terlena keenakan.
“oohh… sshh… Bu… enaknya… ooh… terus Bu, aduuh, enaak!”, Randi merasa menikmati sedotan vaginaku.
Dan Randi sudah tidak dapat tinggal diam saja, langsung pantatnya naik
turun sehingga penisnya keluar masuk lubang vaginaku serta terdengar
bunyi, “Crreett… crettt…”, secara beraturan sesuai dengan gerakan
penisnya keluar masuk vaginaku yang sudah sangat basah dan becek.
“Rannn, cabut dulu punyamu, biar aku lap dulu punyaku sebentar”, kataku sama Randi.
“Biar saja Bu… nikmat begini kok”, sahutnya sambil meneruskan gerakan
penisnya naik turun semakin cepat dan aku tidak memperhatikan jawabannya
karena merasa kenikmatan yang sangat enak.
“ooh… sshh… aakk, aduuh, Raan, teruskan Rann, ooh..”, sambil mempercepat
goyangan pinggulku serta kedua tanganku yang dipunggungnya selalu
menekan-nekan disertai sesekali aku menyempitkan lubang vaginaku
sehingga terasa penisnya terjepit-jepit dan aku menikmati hal seperti
ini.
“ooh.. Bu… sshh.. oohh.. enaak.., Buuu.. aku, aku sudah nggak kuat, mau…
keluarr, Bu…”, desahanknya yang sudah tidak kuat lagi menahan keluarnya
air maninya.
“Rann, ayoo… Ran aduuh, ooh… Aku juga, ayoo sekaraang, aakkrr..,
Sayang”, dan dia melepas air maninya semuanya ke dalam vaginaku sambil
dia menekan penisnya kuat-kuat dan aku pun mendekapnya dengan sekuat
tenagaku.
Baru sekarang kuraih kenikmatan yang luar biasa. Sungguh aku merasa nikmat, walau aku merasa bersalah terhadap keluargaku.
Dia terkapar di atas badanku dengan nafas ngos-ngosan demikian juga
dengan nafasku yang sangat cepat. Setelah nafas kami mulai mereda, lalu
dia berkata,
“Bu, aku cabut ya punyaku”, dan sebelum dia menghabiskan
perkataannya, aku cengkeram punggungnya dengan kedua tanganku dan aku
berkata.
“Jangaan duluu, Rann, Aku masih ingin… punyamu tetap ada di dalam.”
Dia pun menuruti kata–kataku. Setelah agak lama dalam vaginaku, dikeluarkan penisnya dari vaginaku. Kamipun merapikan diri.
Setelah kulihat jam ternyata menunjukkan pukul 13.15, Randi pun
berpamitan akan pulang sambil melumat bibirku. Aku pun membalas ciuman
mulutnya.
“Terimakasih bu, aku sangat puas”, kata Randi berbisik dikupingku.
Aku hanya diam tak menjawab, Randi pun langsung keluar rumah dan pergi.
Aku merasa aneh dengan diriku, aku menghianati suamiku dan keluargaku tapi hati kecilku meras senang dengan kejadian ini.
Setelah kejadian ini aku merasa bersalah dengan keluargaku, aku
mencoba untuk memperbaiki sikapku. Tapi setiap malam aku merasa kangen
dengan Randi. Bahkan saat berhubungan dengan suamiku aku membayangkan
dengan Randi yang sangat lihai membuat aku mudah terangsang.
Aku dan Randi pun memanfaatkan hari kamis dimana aku libur kerja dan
dia piket malam hari. Sampai saat ini aku dan Randi masih berhubungan,
sesekali kami sexs phone, atau sexs sms.
Aku memang ibu yang tak tahu diuntung dan kurang bersyukur dengan kebahagiaanku saat ini.
Beginilah ceritaku, kutulis di situs ini. Dan jujur aku tahu situs
ini dari Randi, aku pun menulis kisah ku ini atas permintaan Randi.
Belum ada tanggapan untuk "IBU RT KETAGIHAN SELINGKUH"
Posting Komentar