CERITA DEWASA | CERITA MESUM | CERITA SEKX | FOTO BUGIL | FOTO SEKSI
Aku telah lama tidak menikmati pelukan laki-laki sejak suamiku bekerja
di Arab. Mulai saat itu suamiku hanya pulang setiap 6 bulan sekali.
Itupun hanya 1 minggu di rumah. Waktu lainnya ia gunakan untuk
keperluannya sendiri. Hidupku tenggelam dengan kesibukan kerja di tempat
usahaku, sebuah rumah makan yang cukup ramai. Aku sering membayangkan
betapa nikmatnya melakukan hubungan intim dalam suasana romantis.
Dorongan hati kadang-kadang tidak terbendung merasakan nikmatnya
remasan, jilatan dan pelintiran tangan di puting susuku, ciuman yang
menjalan dari leher turun ke bawah dan berhenti di vaginaku. Ooo… hhhh…
kapan aku dapatkan?. Bayangan itu hanya aku nikmati dalam hayalan
setelah membaca buku cerita sex romantis. Aku masih muda, aku baru
berumur 32 tahun.
Pada Sabtu pagi ketika anakku pamitan menginap dirumah kakakku,
terasa hatiku sepi. Gerimis di luar menambah hatiku berontak, aku telah
dibelenggu waktu. Apakah aku sedang menunggu? Apa yang sedang aku
tunggu? Bukankah hidup ini berjalan terus tanpa putus? Mengapa aku
menyia-nyiakan hidupku? Apa yang aku inginkan sekarang? Yah… aku ingin
menikmati belaian laki-laki.
Suamiku tidak mungkin memberikan, ia tidak ada disini, masih 5 bulan
lagi baru bisa pulang. Kata teman-temannya disana juga banyak perempuan
yang bisa diajak kencan. Pasti suamiku juga telah menggunakan sebagian
penghasilannya menikmati perempuan disana. Sebagai wanita normal aku
juga ingin laki-laki yang bisa memberi aku kepuasan. Tapi siapa dan
dimana?
Rasa berat antara perasaan ya dan tidak, akhirnya aku keluar rumah,
aku sengaja tidak membawa kendaraan, aku mau naik kendaraan umum saja.
Aku naik taksi tanpa tujuan pasti, aku tidak tau mau kemana. Ketika
sopir taksi menanyakan arah tujuan, aku menjadi kebingungan. Akhirnya
dengan sekenanya aku katakan “ke Taman Ismail Marjuki”. Disana aku
turun, meskipun aku telah lima tahun tinggal di Jakarta, tapi tempat ini
baru pertama kali aku kunjungi.
Aku ragu melangkah arah, mau kemana di Taman Ismail Marjuki? Akhirnya
aku ke gedung bioskop, aku pura-pura melihat iklan film yang mau aku
tonton. Sebenarnya pikiranku tidak nyambung dengan pengelihatanku. Jadi
apa yang aku lihat, tidak masuk ke otakku. Keinginan yang menggebu dari
rumah untuk dapat menikmati laki-laki menjadi hilang. Aku sepeti orang
linglung. Akhirnya aku duduk di tempat tunggu sambil merencanakan
pulang.
Keramaian pengunjung bioskop membawa pandanganku tertuju pada seorang
laki-laki dengan umur kira-kira 40 tahun bersama anak-anak remaja
perempuan. Kelihatan mereka berbincang membicarakan rencana kegiatan.
Akhirnya remaja-remaja itu pergi meninggalkan laki-laki itu sendirian.
Laki-laki itu kemudian melangkah duduk disebelahku sambil membuka koran.
Mungkin karena yang duduk disitu hanya aku dan dia, maka ia menawari
aku membaca majalah milik anaknya.
“Terima kasih Pak…” dan aku meraih majalah itu.
“Bapak mengantar anak-anak mau nonton film?” aku mencoba membuka pembicaraan.
“Tidak Bu.. anak saya kesini tidak untuk menonton film. Mereka kumpul
dengan teman-temannya karena mau menjadi pager ayu di pesta kawinan”.
“Ooo… wah bapak harus sabar juga menunggu mereka sampai selesai”.
“Tidak Bu, mereka disini hanya rias wajah dan pakaian, kemudian mereka
dijemput ke Taman Mini sampai malam. Pulangnya mereka diantar dari sana.
Ibu juga sedang menunggu putra ibu?
“Ooo.. tidak Pak, saya tadi ingin nonton film, tapi ternyata film yang
mau saya tonton sudah tidak diputar lagi” aku menjawab sekenanya.
Untung dia tidak menanyakan nama film itu. Kemudian aku dan dia
tenggelam dalam obrolan biasa sampai obrolan rumah tangga. Dari
ceriteranya aku tahu kalau Istrinya lagi keluar kota mengantar
orangtuanya kembali ke kampung. Obrolan itu cukup mengasikkan sehingga
melupakan mengapa aku sampai ke Taman Ismail Marjuki. Kemudian ia
kembali asik membaca kembali korannya, tapi aku malah melamun.
“Ibu sendirian? Dimana rumah ibu?” kembali dia memecahkan lamunanku. Aku sedikit kaget mendengar suaranya.
“Ya Pak, saya tinggal di daerah Rawamangun” jawabku.
“Kalau ibu mau pulang sekarang, kita bisa sama-sama, saya mau ke bengkel di Kelapa Gading.”
Aku tidak menyambut tawaran itu karena aku belum ingin pulang.
“Terima kasih Pak, ngak usah repot-repot, saya masih ada keperluan di tempat lain”.
“Oh begitu, barangkali tempat lain itu satu arah dengan tujuan saya,
kita bisa melanjutkan obrolan tadi. Ibu kan belum cerita keluarga ibu?”.
Akhirnya aku terima tawaran itu dan aku naik ke mobilnya. Ketika sudah
ada di atas mobil, ia tidak segera menjalankan. Mungkin ada yang
ditungu?
“Bu, maaf apakah ibu punya waktu kalau kita jalan-jalan sebentar sambil ngobrol? Saya kok merasa cocok dengan obrolan tadi”.
“Boleh juga pak, saya hari ini juga tidak ada kegiatan yang perlu saya selesaikan”.
Akhirnya aku mengenali namanya “Adi” dan aku mengenalkan diri
“Galih”. Keakraban kami berdua menyebabkan cerita itu berubah menjadi
cerita pribadi, cerita kehidupan seks. Ia menceriterakan hubungan dengan
istrinya sangat terbatas, karena istrinya seorang pramugari jalur luar
negeri, sehingga sering ditinggalkan. Umur istrinya 3 tahun lebih tua
dari Mas Adi. Sedangkan aku menceritakan suamiku bekerja di luar negeri
dan kontrak kerja baru berakhir tahun depan. Mulai saat itu kita
sepakat, aku memanggilnya Mas Adi dan ia memanggilku Galih.
“Masih lima bulan lagi saya bisa ketemu suami” kataku.
Entah awalnya bagaimana, tangan kami saling meremas. Sambil menyetir,
tangan kiri mas Adi meraba pahaku. Aku diam saja ketika tangan kiri itu
menyusup dibawah rok. Namun ketika jarinya berusaha meraih celana
dalamku, aku pegang dan aku tampik.
“Jangan Mas” aku menolak.
“Kemana kita Galih… aku ingin bisa ngobrol dengan tenang” katanya.
“Terserah Mas Adi..”
Saat itu birahiku bangkit kembali, aku melirik ke mukanya, dalam hati
aku berkata, apakah laki-laki ini yang akan memberiku kepuasan? Aku
tidak punya pengalaman mengenai ini. Ia kembali meletakkan tangannya di
pahaku sambil menarik rokku. Ia dengan bebas memegang paha mulusku.
Sesekali tangannya lebih ke atas sehingga menyentuh celana dalam bagian
tengah agar bisa mengusap barang yang ada diantara pahaku.
Aku tidak memperhatikan jalan lagi ketika mobil itu masuk ke jalan
tol. Dia meminta tanganku membuka celananya. Yah saat itu birahiku juga
mulai muncul. Ketika aku kesulitan membuka resluitingnya, Mas Adi
meminggirkan mobilnya dan dia sendiri yang membuka resleting celananya,
kemudian mengeluarkan kontolnya yang telah berdiri tegak. Ketika mobil
bergerak kembali, tangan kananku diminta memegangi kontolnya, aku
merasakan kontol itu panas dengan denyut nadinya yang keras.
Tiba-tiba aku merasa ngantuk dan aku tertidur di sandaran mobil.
Dalam tidurku aku masih bisa merasakan tangan Mas Adi sesekali menyentuh
bibir dan hidungku, kemudian meraba susuku yang tertutup baju dan BH,
kadang-kadang mengelus pahaku dan mengusap-usap turukku yang tertutup
celana dalam. Rasa kantukku lebih kuat sehingga pegangan tanganku di
kontolnya lepas. Aku tidur, aku kantuk sekali, aku masa bodoh dengan
rabaannya.
Entah berapa lama kemudian, aku terbangun dan mobil sudah terparkir
di suatu penginapan yang tertutup di wilayah Puncak. Mas Adi turun dan
membimbingku menuju kamar. Aku duduk ditepi tempat tidur sambil makan
pisang dan minum jus yang telah tersedia diatas meja kamar hotel.
Tiba-tiba Mas Adi merebahkan aku di kasur.
Kakiku masih menjuntai di lantai ketika Mas Adi mencium dengan ganas.
Aku pasrah ketika tangannya menyusup diantara Bhku mencari susuku.
“Aku pengin banget Galih…” ia membisikkan di telingaku.
Aku didorong rebah ke tempat tidur. Aku pura-pura jual mahal, aku
pegangi bajuku agar dia tidak mudah membuka. Aku masih ingin memperoleh
ciuman Mas Adi lebih lama sebelum dimulai dengan yang lebih intim.
Ternyata ia tidak memaksaku. Sambil menindih badanku, Mas Adi mulai
menciumi kembali mukaku, leherku dan bibirku dikecup dengan kuat.
Kemudian ciuman itu bergeser ke telinga terus ke belakang telinga,
sehingga membuat aku merinding nikmat.
“Ooohhh…… sss… ttttt” eranganku mulai terdengar.
Setelah puas menciumi belakang telinga, ciuman itu bergeser ke arah
pundak. Rasanya nikmat sekali sepeti terbang, yah aku haus kenikmatan
sepeti ini. Geseran bibirnya semakin turun ke dada. Tangan mas Adi mulai
membuka satu persatu kancing baju atasanku. Kemudian ciumannya bergerak
di dada.
Badanku digulingkang sedikit ke kiri agar tangannya dapat melingkar
ke badanku untuk membuka kancing Bhku. Sekali raih Bhku terlepas dan
kedua susuku tersembul. Mata mas Adi terbelalak memandangi susuku yang
tidak begitu besar tapi kencang dan putingnya yang berwarna coklat
tampak sudah mengeras karena sudah terangsang. Ia kelihatan kagum
memperhatikan susu yang masih ranum. Dengan pelan-pelan hidungnya
diusapkan di puting susuku kemudian kumisnya ia geser-geserkan. Aku
bagaikan melayang…
“Maa.. sss… oo… hhhh…” aku mengerang nikmat.
“Ter… r.. uss mas, kenyot yang kuat… M.. a.. s… oo.. hhh” pintaku keenakan.
Tangannya meremas susuku semakin kencang, sehingga nafasku terengah
semakin memburu. Ketika puas menikmati susuku, mulut panas itu bergeser
ke bawah diantara pusarku. Tangannya langsung menjambret rok bawah.
Untung rok itu pakai karet sehingga ketika ditarik tidak rusak. Tanpa
menunggu waktu, tangan satunya telah memelorotkan celana dalamku.
Terpampang pemandangan indah mempesona dan sangat menggairahkan
dihadapan Mas Adi, turukku yang ditutupi rambut-rambut jembut yang
sangat lebat dan keriting itu, sekarang telah ada dimuka Mas Adi siap
dihidangkan. Mas Adi menarik napas panjang dan meloncat turun membuka
baju dan celananya sendiri. Kini hanya tertinggal celana dalam saja yang
belum dibuka. Dada bidang berbulu milik Mas Adi sangat mempesona.
Vagina, dalam bahasa daerahku disebut turuk, di dalamnya ada daging
sebesar ujung kelingking terjepit diantara bibir vagina. Daging itu
namanya klitoris atau kelentit dan dalam bahasa daerahku disebut itil.
Turukku dan itilku terasa tebal karena aku sudah sangat terangsang.
Dengan penuh nafsu Mas Adi kembali meremas susuku, menghisap pentil
susuku. Hisapan itu dengan perlahan turun ke perut, ke pusar terus ke
turukku. Namun kemudian Mas Adi mengalihkan hisapan ke pangkal pahaku.
Ia menjilati dan menghisap pangkal pahaku sampai puas, sedangkan tangan
kanannya mengusap-usap bagian luar turukku.
Aku masih dalam posisi rebah di tepi tempat tidur. Badanku ada di
atas kasur sedangkan kedua kakiku terjuntai ke bawah. Posisi ini sangat
pas buat Mas Adi yang mulai berjongkok dihadapan selangkanganku dan
mendekatkan mulutnya ke turukku. Tangan Mas Adi membuka bibir turukku
yang membasah oleh lendir birahi dan lidah Mas Adi mulai menyentuk
itilku. Aku menjerit nikmat…..
“Haa… ooo…… hhhh… ssttttt… haa… ooo… hhhh… ssttttt…… haa… ooo…… hhhh…
ssttttt” aku mengangkat pantatku biar lidah Mas Adi bisa lebih leluasa
menjilat itilku.
Aku belum pernah senikmat ini memperoleh dari suamiku. Aku bermain
cinta dengan suamiku tanpa ada rangsangan, begitu buka baju, langsung
kontol suamiku ditancapkan. Baru kali ini aku menikmati kewanitaanku,
aku benar-benar wanita yang merasakan gairah cinta yang sebenarnya.
“Haa… ooo…… hhhh… ssttttt… haa… ooo… hhhh… ssttttt…… terruuusss… ter… us”
Ooo… hhhh… ssttttt…… terruuusss… ter… us”
Mas Adi tidak berhenti disitu. Tiba-tiba itilku dihisap lembut. Aku kembali menjerit nikmat.
“Aaaaa…… ooohh… hhh…… Mas……… ss”
“Ttt… ee…… r.. r r… uuusssssss……”
Aku terengah-engah merasakan geseran bibir dan hisapan yang
bergantian. Kemudian hisapan itu semakin kuat, kuat dan kuat…… aku
menjadi tidak tahan, kepalaku aku goyangkan ke kanan dan kiri, pantatku
aku naikkan lebih ke atas, tanganku meremas kasur busa… dan…… tiba-tiba
denyutan yang tiada tara nikmatnya menjalar melalui pinggulku menuju
arah itilku. Nikmat… nikmat sekali.
Denyutan itu terjadi beberapa kali dan semakin memanjang… akhirnya
hilang. Aku mencapai puncak orgasme, puncak kenikmatan yang tertinggi.
Aku baru sekali ini merasakan. Tujuh tahun dalam hidup rumah tanggaku
aku belum pernah merasakan senikmat ini dengan suamiku. Badanku lemas..
dan mataku terpejam nikmat melepas denyutan.
Tiba-tiba Mas Adi berdiri, ia membuka celana dalamnya… ia merapatkan
pinggulnya ke pinggulku. Tangannya memegang kontol yang telah mengacung
tegak. Aku belum sadar saat itu, aku masih menikmati orgasmeku. Ketika
ia membuka kedua pahaku, mataku terbuka aku harus bergantian memberikan
kepuasan kepada Mas Adi. Aku bangkit, aku pegang kontol itu… kencang
seperti batu. Mas Adi membisikkan kata-kata agar aku mengenyot
kontolnya.
Aku ragu, aku belum pernah seperti itu. Tapi bukankan tadi Mas Adi
menjilati turuk dan itilku? Bukankah aku telah menerima kenikmatan
birahi dari jilatannya? Dengan rasa ragu aku mendekatkan mulutku dan
memasukkan kontolnya ke dalam mulutku. Mas Adi mendorong kontolnya masuk
lebih dalam ke mulutku, aku malah terbatuk sehingga mau muntah.
Akhirnya Mas Adi mengurungkan permintaannya.
Kembali Mas Adi merebahkan aku di pinggir tempat tidur. Ia tidak lagi
meminta aku mengenyot kontolnya. Ia membuka selangkanganku dan
kontolnya ia pegang dengan tangan kanan mulai digosok-gosokkan ke bagian
itilku. Mungkin maksudnya agar kepala kontolnya basah dengan cairan
birahiku. Mula-mula terasa geli. Kemudian geli itu berubah menjadi
nikmat. Aku mulai terangsang lagi. Kepala kontolnya digeser-geser
semakin dalam. Aku mulai mendesah nikmat.
Setelah cukup lama dengan permainan itu, kedua tangan Mas Adi meraih
kakiku diangkat ke pundaknya. Aku belum pernah menikmati permainan
senggama seperti ini. Mas Adi mulai mengerakkan maju mudur kontolnya.
Separuh kontolnya sudah masuk ke liang peranakanku. Tiba-tiba ia
mendorong dengan satu gerakkan dan kontolnya amblas masuk seluruhnya ke
turukku. Aku menjerit ketika menerima hentakan itu, ada sedikit rasa
ngilu ketika kontol itu masuk seluruhnya.
Kembali gerakkan maju mundur dilakukan sangat pelan……… aku merasakan
turukku mulai berdenyut menjepit kontol Mas Adi. Tampaknya Mas Adi
menikmati sekali denyutan turukku yang memeras kontolnya sehingga terasa
lebih sempit.
“Aaaaa… ooo… hhh… hhaaahhhhh… haaahhhhhh…………”
“Aaaaa… ooo… hhh… hhaaahhhhh… haaahhhhhh………… te… rus…………”
Mulutku tidak bisa diam… rasa nikmat menjalar dari dalam pinggangku…
ke paha dan kaki. Susuku yang mengencang ingin sekali diremas. Turukku
yang berdenyut-denyut ingin diberi gerakkan kontol yang lebih cepat. Aku
menarik tangan Mas Adi yang bertumpu di kasur ke arah susuku. Aku minta
dia meremas.
“Ma.. sss… r.. e.. Mas…… rem… aaa… sss k.. u.. a…t”.
Mas Adi mulai meremas susuku sambil menggerakkan maju mundur
pinggulnya. Jepitan turukku semakin kuat ketika jari Mas Adi menarik
puting susuku yang tampak sudah mengacung dengan tingginya karena sudah
sangat-sangat terangsangnya oleh persetubuhan ini. Aku mulai menggoyang
pantatku untuk menambah kenikmatanku.
Begitu juga kepalaku mulai bergerak ke kanan dan kiri. kontol Mas Adi
memompa keluar masuk turukku semakin cepat, aku semakin merasakan
nikmatnya persetubuhan ini. Kelihatannya Mas Adi tidak tahan lama,
karena kelihatan dari gerakkannya yang semakin cepat. Ganti suara
erangan kenikmatan Mas Adi yang lebih keras dari eranganku.
“Aaa… aaaa.. hhhh… Aaa… aaaa.. hhhh… Aaa… aaaa.. hhhh… Aaa… aaaa.. hhhh…”
“Ga… l.. i h… a.. k.. u.. m.. a.. u…… k e l u.. a…… r”
“Sa.. ma… s.. a… m.. a……… ki.. ta… b a r.. e… n.. g…… M a a.. a… a…… a………”
Aku menjerit tidak bisa bisa meneruskan kata-kataku. Ketika gerakan
,Mas Adi sangat cepat, terasa badanku berkontraksi.. dengan kenikmatan
yang lebih hebat dibandingkan kenikmatan sebelumnya. Begitu juga aku Mas
Adi mengejang, mendorong kontolnya sampai ke pangkal paha. Aku
merasakan peju Mas Adi menyemprot beberapa kali membasahi rahimku. Mas
Adi jatuh tertelungkup lemas menindih dalam pelukanku, ia merangkul kuat
dan mukanya dibenamkan diantara kedua susuku.
Setelah beberapa lama, Mas Adi kembali mengenyot susuku, menciumi
leherku, memainkan kumisnya di daguku serta menyedot lembut bibirku.
Pelukan Mas Adi semakin mengendor, begitu juga kontol dalam turukku ikut
mengendur. Kemudian Mas Adi berdiri mencabut kontolnya dan merebahkan
badannya di kasur. Ia tertidur pulas tanda puas. Aku juga tertidur pulas
sambil berpelukan.
Belum ada tanggapan untuk "SAMA SAMA KESEPIAN"
Posting Komentar